MATERIAL DAN PELAKSANAAN PERKERASAN JALAN RAYA
MATERIAL DAN PELAKSANAAN PERKERASAN JALAN RAYA
Salah satu
sarana bagi manusia untuk berinteraksi adalah jalan raya yang telah dikenal
sejak zaman dahulu. Mereka menyadari dengan adanya sarana jalan raya akan
memudahkan untuk melakukan berbagai macam kegiatan. Di era globalisasi sekarang
ini sedikitnya telah dikenal model transportasi darat, laut dan udara. Jalan
raya merupakan salah satu sarana untuk moda transportasi darat. Seiring dengan
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, maka jalan raya pun tidak luput dari
sentuhan teknologi tersebut dengan ditemukan beberapa jenis bahan yang bias
dipakai untuk pekerjaan pelapisan diantaranya Laston, Asbuton, Burtu, dan lain-
lain.
Jalan- jalan
modern yang dilengkapi dengan lapis perkerasan banyak dijumpai dikota-kota
ataupun dengan adanya jalan- jalan akses ke perkampungan dan pemukiman
penduduk. Seiring dengan pengoperasian jalan tersebut selama periode umur
rencana jalan, maka jalan tersebut mengalami penurunan kualitas. Untuk itu,
pada saat pelaksanaan perkerasan jalan raya itu harus teliti dan sesuai dengan
data- data yang diperoleh dilapangan. Misalkan; barapa kenderaan yang
melintasi, umur rencana, serta persentase peningkatan kenderaan hariannya, dan
banyak lagi yang lainnya yang harus diperhatikan.
ASPAL
1.
PENGERTIAN ASPAL
Aspal
merupakan senyawa hidrokarbon berwarna coklat gelap atau hitam
pekat
yang dibentuk dari unsur-unsur asphathenes, resins, dan oils.
Jadi, aspal akan mencair jika dipanaskan sampai temperatur tertentu, dan
kembali membeku jika temperatur turun. Bersama dengan agregat,aspal merupakan
material pembentuk campuran perkerasan jalan. (Sukirman,S., 2003). Aspal pada
lapis perkerasan berfungsi sebagai bahan ikat antara agregat untuk membentuk suatu
campuran yang kompak, sehingga akan memberikan kekuatan masing-masing agregat
(Kerbs and Walker, 1971). Selain sebagai bahan ikat, aspal juga
berfungsi
untuk mengisi rongga antara butir agragat dan pori-pori yang ada dari agregat
itu sendiri. Pada temperatur ruang aspal bersifat thermoplastis, sehingga aspal
akan mencair jika dipanaskan sampai pada temperatur tertentu dan kembali
membeku jika temperatur turun. Bersama agregat, aspal merupakan material
pembentuk campuran perkerasan jalan. Banyaknya aspal dalam campuran perkerasan
berkisar antara 4-10% berdasarkan berat campuran, atau 10-15% berdasarkan
volume campuran (Silvia Sukirman, 2003).
Berdasarkan
tempat diperolehnya, aspal dibedakan atas aspal alam dan aspal buatan (minyak).
Aspal alam yaitu aspal yang didapat di suatu tempat di alam, dan dapat
digunakan sebagaimana diperolehnya atau dengan sedikit pengolahan. Aspal buatan
adalah aspal yang merupakan residu pengilangan minyak bumi.
Aspal terbuat dari minyak mentah, melalui proses
penyulingan atau dapat ditemukan dalam kandungan alam sebagai bagian dari
komponen alam yang ditemukan bersama sama material lain. Aspal dapat pula
diartikan sebagai bahan pengikat pada campuran beraspal yang terbentuk dari
senyawa-senyawa komplek seperti Asphaltenese, Resins dan Oils. Aspal mempunyai
sifat visco-elastis dan tergantung dari waktu pembebanan. ( The Blue
Book–Building & Construction, 2009)
Aspal merupakan distilat paling bawah dari
minyak bumi, yang memiliki banyak sekali manfaat dan kegunaan. Aspal dapat
digunakan di dalam bermacam produk – produk, termasuk:
a. Jalan
aspal,
b. Dasar pondasi dan subdasar,
c. Dinding
untuk lubang di jalanan, trotoar kakilima, jalan untuk mobil, lereng-lereng,
jembatan-jembatan, dan bidang parkir,
d. Tambalan
lubang di jalanan,
e. Jalan
dan penutup tanah,
f.
Atap bangunan, dan
g. Minyak
bakar
Untuk
pekerjaan teknik sipil khususnya bagian transportasi, aspal merupakan material utama
pada konstruksi lapis perkerasan lentur (flexible pavement) jalan raya, yang
berfungsi sebagai campuran bahan pengikat agregat, karena mempunyai daya lekat
yang kuat, mempunyai sifat adhesif, kedap air dan mudah dikerjakan.
2. Aspal Untuk Material Jalan
a. Aspal Alam
Aspal
alam ada yang
diperoleh di gunung-gunung
seperti aspal di
pulau Buton, dan ada
pula yang diperoleh
di danau seperti
di Trinidad. Indonesia memiliki aspal alam yaitu di pulau Buton, yang berupa
aspal gunung, terkenal dengan nama Asbuton (Aspal batu Buton). Asbuton
merupakan batu yang mengandung aspal. Deposit Asbuton membentang dari kecamatan
Lawele sampai Sampolawa. Penggunaan Asbuton
sebagai salah satu
material perkerasan jalan telah dimulai sejak tahun 1920, walaupun
masih bersifat konvensional.
Asbuton merupakan campuran antara
bitumen dengan bahan mineral lainnya dalam bentuk batuan. Karena Asbuton merupakan
material yang begitu saja di
alam di
alam, maka kadar
bitumen yang dikandungnya
sangat bervariasi dari rendah sampai tinggi. Untuk mengatasi
hal ini, maka Asbuton mulai diproduksi dalam berbagai bentuk di pabrik
pengolahan Asbuton.
Produk Asbuton dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu:
·
Produk Asbuton
yang masih mengandung
material filler, seperti
Asbuton kasar, Asbuton halus, Asbuton mikro, dan butonic mastic asphalt.
·
Produk
yang telah dimurnikan menjadi aspal murni melalui proses ekstraksi atau proses
kimiawi.
Aspal jenis ini banyak terdapat di alam, contohnya :
·
Lake asphalt, terdapat di Trinidad, Bermuda. Aspal ini
jika diurai akan didapatkan bahan-bahan dengan komposisi 40% bitumen, 30 %
bahan eteris, 25 % bahan mineral dan 5 % bahan organik.
·
Batu Aspal (rock asphalt) dipulau Buton Sulawesi
Tenggara, aspal ini dikenal juga dengan Butas (Buton Asphalt) atau Asbuton
(Aspal Batu Beton), terdapat didalam batu karang, sehingga asplanya bercampur
dengan batu kapur (CaCO3).
Dilihat dari segi fisiknya aspal alam dibagi menjadi aspal padat / batuan, aspal plastis dan aspal cair
Sifat-sifat aspal buton antara lain : kadar asphaltenenya
jauh lebih tinggi dan kadar maltenenya lebih rendah dibandingkan dengan aspal
buatan. Oleh karena itu asbuton mempunyai pelekatan yang lebih baik dan
kepekaan terhadap perubahan suhu yang lebih kecil.
Penggunaan aspal alam sudah banyak digunakan untuk
pelapisan konstruksi perkerasan, dimana yang sudah banyak digunakan adalah :
·
Lasbutag (Lapis Asbuton Agregat), merupakan lapisan
konstruksi jalan yang terdiri dari campuran antara agregat, asbuton dan bahan
pelunak yang diaduk, dihamparkan dan dipadatkan secara dingin.
·
Latasbum (Lapis Asbuton Murni) Lapis tipis asbuton murni (latasbum) merupakan lapisan
penutup yang terdiri dari campuran asbuton dan bahan pelunak dengan
perbandingan tertentu yang dicampur secara dingin dan menghasilkan tebal
maksimum 1 cm.
Lapis permukaan
jalan yang dapat
dibuat dari Asbuton
ada beberapa (Suprapto, 2004),
yaitu:
·
Seal Coat Asbuton
Lapis ini merupakan
campuran antara Asbuton, bahan pelunak
dan dengan perbandingan tertentu dan
pencampurannya dilakukan dengan
dingin (cold mix).
·
Sand Sheet Asbuton
Lapis ini
merupakan campuran antara
Asbuton, bahan pelunak
dan pasir dengan
perbandingan tertentu dan pencampurannya dilakukan secara dingin/ hangat/ panas.
·
Lapis Beton Asbuton
Lapis
ini merupakan campuran antara Asbuton, bahan pelunak
dan agregat dengan gradasi rapat pada perbandingan tertentu yang
dilaksanakan secara dingin/ hangat/ panas.
·
Surface Treatment Asbuton
Lapis
ini seperti halnya seal coat Asbuton. Sedangkan perbedaannya terletak pada
pelaksanaanya di lapangan, yaitu di atas lapis tersebut ditaburkan agregat
single size.
Berdasarkan
temperatur ketika mencampur dan memadatkan campuran, suhu pelaksanaan
pencampuran bisa dilakukan secara:
·
Secara dingin
Pencampuran
dilaksanakan pada suhu ruangan. Campuran secara dingin tidak dapat langsung
dihamparkan di lapangan, tetapi harus diperam lebih dahulu (1-3 hari) agar
bahan pelunak diberi kesempatan meresap ke dalam butiran Asbuton. Lama waktu
pengeraman tergantung dari:
1) Diameter butir
Asbuton, semakin besar
butiran , waktu peram
makin lama.
2) Kadar air yang terkandung dalam
Asbuton.
3) Cuaca setempat.
4) Kekentalan bahan
pelunak, makin encer
peresapan akan makin cepat, sehingga lama pemeraman lebih singkat.
5) Kadar aspal dalam Asbuton.
·
Secara hangat dan panas.
Kedua
cara tersebut hampir sama kecuali:
1) Secara panas: suhu campuran diatas
100oC
2) Secara hangat: suhu campuran dibawah
100oC
Asbuton
Untuk Bahan Jalan
Jenis-jenis asbuton
yang telah diproduksi,
baik secara fabrikasi
maupun secara manual pada tahun-tahun belakangan ini adalah asbuton
butir atau mastik asbuton, aspal yang
dimodifikasi dengan asbuton
dan bitumen asbuton
hasil ekstraksi yang dimodifikasi. (DPU, Direktorat Jenderal Bina Marga;
Buku 1: Pedoman Pemanfaatan Asbuton, 2006).
a.
Asbuton Butir
Asbuton butir adalah hasil pengolahan
dari Asbuton berbentuk padat yang di pecah
dengan alat pemecah batu (crusher) atau alat pemecah lainnya
yang sesuai sehingga memiliki ukuran butir tertentu. Adapun bahan baku
untuk membuat Asbuton butir ini dapat asbuton padat dengan nilai penetrasi
bitumen rendah (<10 dmm) seperti asbuton padat eks Kabungka atau yang
memiliki nilai penetrasi bitumen
diatas 10 dmm
(misal asbuton padat
eks Lawele), namun dapat
juga penggabungan dari
kedua jenis asbuton
padat tersebut. Melalui pengolahan
ini diharapkan dapat
mengeliminasi kelemahan-
kelemahan, yaitu ketidak seragaman
kandungan bitumen dan kadar air serta
dengan membuat ukuran
maksimum butir yang
lebih halus sehingga diharapkan dapat lebih mempermudah
termobilisasinya bitumen asbuton dari dalam butiran mineralnya.
b.
Asbuton Hasil Ekstraksi
Ekstraksi asbuton dapat dilakukan
secara total hingga mendapatkan bitumen
asbuton murni atau untuk memanfaatkan keunggulan mineral asbuton sebagai
filler, ekstraksi dilakukan hingga mencapai kadar bitumen tertentu. Produk
ekstraksi asbuton dalam campuran beraspal dapat digunakan sebagai bahan tambah
(aditif) aspal atau sebagai bahan pengikat sebagaimana halnya aspal standar
siap pakai atau setara aspal keras yang dikenal dengan Asbuton modifikasi.
Bahan baku untuk membuat aspal hasil
ekstraksi asbuton ini dapat dilakukan dari asbuton dengan nilai penetrasi
rendah (misal asbuton eks Kabungka) atau asbuton dengan nilai penetrasi tinggi
(misal asbuton eks Lawele).
Bahan
pelarut yang dapat
digunakan untuk ekstraksi
asbuton diantaranya adalah kerosin,
algosol, naptha, normal
heptan, asam sulfat
dan trichlor ethylen (TCE).
Terdapat beberapa produk hasil
ekstraksi (refine) asbuton dengan kadar/kandungan bitumen antara 60 hingga
100%. Apabila bitumen hasil ekstraksi yang keras (penetrasi rendah) maka untuk
membuat bitumen tersebut setara dengan Aspal Keras Pen 40 dan Pen 60 dapat
dilunakkan dengan bahan pelunak (minyak berat) dengan komposisi tertentu.
Hasil
ekstraksi Asbuton yang
masih memiliki mineral
antara 50% sampai dengan 60%,
agar dapat dimanfaatkan sebagai
bahan pengikat masih memerlukan pelunak atau peremaja
sehingga yang selama ini telah digunakan dilapangan adalah dengan mencampurkan
hasil ekstraksi tersebut dengan aspal keras atau dikenal dengan istilah “Aspal
yang dimodifikasi dengan Asbuton”. Aspal
Buton yang digunakan
pada penelitian ini
merupakan Asbuton modifikasi yang
diproduksi oleh PT.
Olahbumi Mandiri dengan
nama produk Retona Blend.
Karakteristik
Asbuton
Seperti telah diketahui, di dalam Asbuton terdapat
dua unsur utama, yaitu aspal (bitumen) dan
mineral. Didalam pemanfaatannya untuk
pekerjaan peraspalan, kedua unsur tersebut akan sangat dominan
mempengaruhi kinerja dari campuran beraspal yang direncanakan.
Hasil pengujian fisik dan analisis
kimia dari mineral dan bitumen Asbuton hasil ekstraksi, dari deposit di lokasi
Kabungka dan Lawele diperlihatkan pada Tabel Dibawah ini:
Tabel 1. Sifat Fisik Aspal Asbuton dari
Kabungka dan Lawele
Jenis Pegujian
|
Hasil pengujian
|
|
Asbuton padat dari
Kabungka
|
Asbuton padat dari
Lawele
|
|
Kadar aspal, %
|
20
|
30,08
|
Penetrasi, 25oC, 100gr, 5 detik,
0,1mm
|
4
|
36
|
Titik lembek, oC
|
101
|
59
|
Daktilitas, 25oC, 5 cm/menit, cm
|
< 140
|
>140
|
Kelarutan dalam C2HCL3, %
|
-
|
99,6
|
Titik nyala, oC
|
-
|
198
|
Berat jenis
|
1,046
|
1,037
|
Penurunan berat
(TFOT), 16,3oC, 5 jam
|
-
|
0,31
|
Penetrasi setelah TFOT, % asli
|
-
|
94
|
Titik lembek setelah TFOT, oC
|
-
|
62
|
Daktilitas setelah TFOT, cm
|
-
|
>140
|
Sumber: DPU, Direktorat Jenderal Bina Marga; Buku 1:Pedoman Pemanfaatan Asbuton, 2006.
Tabel 2. Sifat Kimia Aspal Asbuton dari Kabungka dan Lawele
Jenis pengujian
|
Hasil Pengujian
|
|
Asbuton padat dari Kabungka
|
Asbuton padat dari Lawele
|
|
Nitrogen (N),%
|
29,04
|
30,08
|
Acidafins (A1), %
|
9,33
|
6,60
|
Acidafins (A2), %
|
12,98
|
8,43
|
Parafin (P), %
|
11,23
|
8,86
|
Parameter Maltene
|
1,50
|
2,06
|
Nitrogen/Parafin, N/P
|
2,41
|
3,28
|
Kandungan Asphaltene, %
|
39,45
|
46,92
|
Sumber:
DPU, Direktorat Jenderal Bina Marga; Buku 1:Pedoman Pemanfaatan Asbuton, 2006.
Dilihat dari komposisi kimianya,
aspal Asbuton dari kedua daerah
deposit memiliki senyawa Nitrogen base yang tinggi dan parameter malten yang
baik. Hal tersebut mengindikasikan bahwa
Asbuton memiliki pelekatan yang baik dengan agregat dan
keawetan yang cukup.
Namun dilihat dari
karakteristik lainnya Asbuton
dari Kabungka memiliki nilai penetrasi yang relatif rendah dibandingkan dengan
Asbuton dari Lawele.
Mineral Asbuton didominasi oleh
“Globigerines limestone” yaitu batu kapur yang sangat halus yang terbentuk dari jasad renik binatang purba foraminifera mikro yang mempunyai sifat
sangat halus, relatif keras berkadar kalsium tinggi dan baik sebagai filler
pada campuran beraspal. Hasil
pengujian analisis kimia mineral Asbuton
hasil ekstraksi, dari lokasi Kabungka dan Lawele diperlihatkan pada Tabel 3.
Tabel
3. Komposisi Kimia Mineral Asbuton Kabungka dan Lawele
Senyawa
|
Hasil Pengujian
|
|
Asbuton
dari Kabungka
|
Asbuton dari Lawele
|
|
CaCO3
|
86,66
|
72,90
|
MgCO3
|
1,43
|
1,28
|
CaSO4
|
1,11
|
1,94
|
CaS
|
0,36
|
0,52
|
H2O
|
0,99
|
2,94
|
SiO2
|
5,64
|
17,06
|
Al2O3
+ Fe2O3
|
1,52
|
2,31
|
Residu
|
0,96
|
1,05
|
Sumber : DPU, Direktorat Jenderal Bina Marga; Buku
1: Pedoman Pemanfaatan Asbuton, 2006.
b. Aspal buatan
(Bitumen)
Aspal buatan merupakan bitumen yang merupakan jenis aspal
hasil penyulingan minyak bumi yang mempunyai kadar parafin yang rendah dan
disebut dengan paraffin base crude oil.
Setiap minyak
bumi dapat menghasilkan
residu jenis asphaltic
base crude oil yang banyak mengandung aspal, parafin
base crude oil yang mengandung banyak parafin, atau mixed base crude oil yang mengandung campuran antara parafin dan
aspal. Untuk perkerasan
jalan umumnya digunakan
aspal minyak jenis
asphaltic base crude oil.
Aspal
terdiri dari senyawa hidrokarbon, nitrogen dan logam lain, sesuai jenis minyak
bumi dan proses pengolahannya. Mutu kimiawi aspal ditentukan dari komponen pembentuk
aspal. Saat ini telah banyak metode yang digunakan untuk meneliti
komponen-komponen pembentuk aspal.
Secara
garis besar komposisi kimia aspal terdiri dari asphaltenese, resins dan oils.
Asphaltenese terutama terdiri dari senyawa hidrokarbon, merupakan material
berwarna hitam atau coklat tua yang tidak larut dalam n-heptane. Asphaltenese
menyebar di dalam
larutan yang disebut
maltenese. Maltenese larut
dalam heptane, merupakan cairan kental yang terdiri dari resins dan
oils. Resins adalah cairan berwarna kuning atau coklat tua yang memberikan
sifat adhesi dari aspal, merupakan
bagian yang mudah
hilang atau berkurang
selama masa pelayanan jalan, sedangkan
oils yang berwarna
lebih muda merupakan
media dari asphaltenes dan
resin. Maltenes merupakan
komponen yang mudah
berubah sesuai dengan perubahan temperatur dan umur pelayanan.
Tabel
4. Contoh Komponen Fraksional Aspal di Indonesia
Komponen Fraksional
Aspal
|
Aspal Pen 60
|
Aspal Pen 80
|
Asphaltenes
|
22,41
|
24,34
|
Nitrogen Bases
|
24,90
|
27,60
|
Accidafin I (A1)
|
14,50
|
7,96
|
Accidafin II (A2)
|
18,97
|
18,76
|
Parafin
|
19,22
|
21,34
|
Sumber: Silvia Sukirman, Beton Aspal Campuran Panas, 2003.
Berikut
adalah klasifikasi dari aspal buatan:
Ø
Menurut Bahan Dasar Aspal. Aspal dibedakan menjadi (Suprapto,
2004):
1) Dari bahan
hewani
(animal origin),
yaitu
diperoleh
dari
pengolahan crude oils. Dari proses
pengolahan crude
oils akan
diperoleh
bahan bakar dan residu, yang jika diproses lanjut akan diperoleh aspal/bitumen.
2) Dari bahan
nabati
(vegetable
origin),
yaitu
diperoleh
dari pengolahan
batu bara/coal, dalam hal ini akan diperoleh tar.
Ø
Menurut
Tingkat
Kekerasannya, aspal minyak/
aspal
murni/ petroleom
asphalt , diklasifikasikan menjadi :
1)
Aspal Padat
Aspal buatan atau bitumen ini merupakan hasil penyulingan
minyak bumi yang kemudian disuling sekali lagi pada suhu yang sama tetapi
dengan tekanan rendah (hampa udara), sehingga dihasilkan bitumen yang disebut
dengan ‘straight bitumen’.
Aspal ini berbentuk padat pada keadaan penyimpanan dalam
temperatur ruang (250-300C).
Pada umumnya bitumen jenis ini mempunyai penetrasi yang
tinggi. Untuk mendapatkan bitumen dengan penetrasi yang lebih rendah, maka
residu hasil penyulingan hampa udara tadi diberikan lagi proses tambahan berupa
pencampuran dengan udara pada suhu 400o C dan disebut dengan proses
“blowing”. Dengan proses blowing ini, maka beberapa sifat bitumen diperbaiki,
antara lain : peningkatan kadar asphaltene, sifat lekat dan sifat kepekaan
terhadap udara. Kekurangan dari proses “blowing” ini adalah kemungkinan
terjadinya retak (cracking) akibat adanya proses kimia berupa pemecahan
molekul-molekul besar menjadi molekul-molekul kecil dan terjadinya arang
(carbon). Adanya pemecahan molekul ini bisa mengakibatkan berkurangnya bitumen
dan tidak homogen. Proses ini memakan biaya yang cukup tinggi dan harus
dilaksanakan dengan hati-hati, dan hasil yang diperoleh disebut dengan
‘semiblown asphalt’.
Berdasarkan tingkat kekerasan/kekentalannya,maka aspal semen dibedakan
menjadi :
1) AC 40-50
2) AC 60-70
3) AC 85-100
4) AC 120-150
5) AC 200-300
Angka-angka
tersebut menunjukkan kekerasan aspal, yaitu yang paling keras adalah AC 40-50
dan yang terlunak adalah AC 200-300.
Angka kekerasan adalah berapa
dalam masuknya jarum
penetrasi ke dalam contoh
aspal. Aspal dengan
penetrasi rendah digunakan
di daerah bercuaca panas atau
lalu lintas dengan volume tinggi, sedangkan aspal dengan penetrasi
tinggi digunakan untuk
daerah bercuaca dingin
atau lalu lintas dengan volume rendah. Di Indonesia pada umumnya
dipergunakan aspal dengan penetrasi 60-70 dan 80-100.
Jenis – jenis
aspal padat antara lain :
·
Straight Run
(Bitumen Hasil Langsung)
Jenis aspal ini dibuat dari minyak bumi, biasanya minyak
bumi yang banyak mengandung aspal dan sedikit parafin, karena parafin akan
banyak mempengaruhi pelekatan aspal pada batuan. Minyak bumi terbut kemudian
disuling untuk memisahkan bagian-bagian yang mudah menguap. Residu atau sisa
destilasi kemudian disuling kembali pada suhu yang sama dengan tekanan rendah
(hampa udara) dan menghasilkan fraksi seperti minyak pelumas dan sisanyaakan
menjadi “straight run bitumen”. Bitumen jenis ini mempunyai penetrasi yang
tinggi.
·
Blown
Bitumen (Bitumen Hasil Pencampuran Udara)
“Blowing” adalah proses tembahan, dimana residu dari
penyulingan vakum dicampur dengan udara pada suhu 4000 C. Proses ini
dilakukan jika bitumen yang dibutuhkan adalah bitumen dengan penetrasi yang
lebih rendah daripada “straight run”. Dengan proses ini akan diperoleh dua
keuntungan, yaitu penetrasi akan berkurang dan kadar asphaltene bertambah.
Kerugian hasil blowing adalah akan terjadi pemecahan
(cracking) yaitu suatu proses kimia dimana molekul yang besar dipecah menjadi
molekul yang lebih kecil dan akan terjadi arang, sehingga hasil bitumen akan
berkurang dan menjadi tidak homogen.
Akibat terjadinya arang maka pelekatan terhadap batuan
akan berkurang karena arang tidak dapat larut secara baik dalam malten. Proses
blowing sendiri memerlukan biaya yang tinggi dan menimbulkan polusi udara,
sehingga untuk kebutuhan material jalan akan dilaksanakan dengan hati-hati
untuk menghasilkan “semi blown asphalt”.
Sifat aspal
padat
Sifat bitumen yang dibutuhkan dan beberapa sifat penting
untuk digunakan sebagai bahan jalan :
·
Untuk mencapai daya ikat yang baik, maka diperlukan daya
lekat yang baik. Sifat lekat bitumen terhadap batuan tidak disebabkan daya
tarik muatan listrik tetapi karena tekanan tersebut tergantung dari struktur
bitumen. Bitumen yang mengandung gugusan aromatik melekat lebih baik pada
batuan daripada bitumen yang mengandung banyak gugusan parafin. Tekanan
permukaan adalah energi yang dibutuhkan oleh bahan tersebut untuk memperluas
permukaan sehingga tekanan akan menjadi lebih rendah pada suhu tinggi.
·
Dapat menjadi cair
·
Dapat menjadi cukup keras kembali sehingga membentuk
campuran batu aspal yang merekat dengan baik dan dapat dipadatkan untuk
membentuk konstruksi lapisan perkerasan yang stabil.
·
Dapat menjadi cukup lunak sehingga campuran batu aspal
tersebut tidak menjadi rapuh pada suhu lunak yang dapat mengakibatkan
kerusakan.
·
Bitumen yang digunakan tidak boleh terlalu peka terhadap
suhu karena waktu penetrasi sangan tergantung pada suhu.
·
Titik lembek aspal perlu mendapat perhatian, karena pada
suhu tersebut bahan mulai bergerak dengan kecepatan tertentu pada beban
tertentu.
·
Jika aspal makin keras, maka kadar asphaltene akan naik
tetapi daktilitas akan turun. Jika kadar parafin tinggi, maka sifat kepekaan
aspal terhadap suhu akan meningkat dan daya lekat akan kurang, selain itu
daktilitas juga akan berkurang.
Penggunaan
aspal padat
Aspal padat dapat digunakan untuk hampir seluruh
pekerjaan pelaksanaan lapis perkerasan aspal, mulai dari pelapisan permukaan
sampai dengan pekerjaan konstruksi perkerasan jalan yang bermutu tinggi seperti
lapisan aspal beton.
2)
Aspal Cair (Cut
Back Asphalt / Liquid asphalt)
Aspal cair bukan
merupakan produksi langsung
dari penyaringan minyak kasar
(crude oil), melainkan produksi
tambahan, karena harus melelui proses
lanjutan terlebih dahulu.
Aspal cair adalah
campuran antara aspal semen dengan bahan pencair dari hasil penyulingan
minyak bumi. Dengan demikian
cut back asphalt
berbentuk cair dalam temperatur ruang. Aspal cair adalah aspal keras yang dicampur dengan
pelarut. Jenis aspal cair tergantung dari jenis pengencer yang digunakan untuk
mencampur aspal keras tersebut.
Jenis aspal
cair
Berdasarkan beban pencairnya dan kemudahan
menguap bahan pelarutnya, aspal
cair dapat dibedakan menjadi :
·
Aspal RC (Rapid Curing), aspal cair cepat mengeras yang
merupakan jenis aspal yang akan dengan cepat mengendap, merupakan aspal keras
yang dicampur dengan kerosin (bensin).
Merupakan suatu produksi
campuran dari aspal
semen dengan penetrasi relatif agak keras (biasanya AC 85/100) yang dilarutkan dengan gasoline
(bensin atau premium).
RC merupakan cut back asphalt yang paling cepat menguap.
·
Aspal MC (Medium Curing), merupakan jenis aspal yang akan
mengendap dalam waktu sedang, merupakan aspal keras yang dicampur dengan minyak
disel. Merupakan suatu
produksi campuran dari
aspal semen dengan penetrasi yang lebih lunak (biasanya
AC 120-150) dengan minyak, yang tingkat penguapannya lebih kecil dari gasoline,
yaitu kerosene.
·
Aspal SC (Slow Curing), merupakan jenis aspal yang akan
dengan lambat mengendap, merupakan aspal keras yang dicampur dengan residu dari
pengilangan pertama.
Merupakan
suatu produksi campuran
dari aspal semen
dengan penetrasi lunak (biasanya AC 200-300) dengan minyak diesel, yang
hampir tidak mempunyai penguapan. Aspal
jenis ini merupakan cut back asphalt yang paling lama menguap.
Untuk
keperluan lapis resap pengikat (prime coat) digunakan aspal cair jenis MC-30,
MC-70, dan MC-250, sedangkan untuk lapis pengikat (tack coat) digunakan aspal
cair jenis RC-70 dan RC-250 (Laporan Praktikum Bahan Perkerasan Jalan, 2004).
Sifat Aspal
Cair
Aspal cair yang digunakan untuk mempermudah pelaksanaan
pekerjaan dan mempersingkat waktu pelaksanaan karena dengan kecairannya, aspal
akan lebih mudah mengalir diantara batuan dan menyelimutinya untuk menghasilkan
ikatan antara batu aspal.
Penggunaan
Aspal Cair
Aspal cair dapat digunakan seperti halnya aspal padat.
3)
Aspal Emulsi
Aspal emulsi merupakan aspal cair yang lebih cair dari
aspal cair pada umumnya dan mempunyai sifat dapat menembus pori-pori halus dalam
batuan yang tidak dapat dilalui oleh aspal cair biasa. Aspal emulsi terdiri
dari butir-butir aspal halus dalam air yang diberikan muatan listrik sehingga
butir-butir aspal tersebut tidak bersatu dan tetap berada pada jarak yang sama.
Karena adanya perbedaan muatan listrik yang diberikan,
maka aspal emulsi dapat digolongkan menjadi tiga kategori, yaitu aspal emulsi
katonik, aspal emulsi anionik, dan noninik.
Jenis Aspal
Emulsi
Berdasarkan muatan listrik yang
dikandungnya, aspal emulsi dapat dibedakan atas (Subekti, 2006):
·
Aspal emulsi
anionik adalah aspal emulsi yang diberikan muatan listrik
negatif dan umumnya dapat digunakan untuk melapisi batuan yang basa dan netral
dengan baik. Sifat lekat dari aspal emulsi anionik berdasarkan penguapan air,
yaitu berdasarkan sifat tekanan permukaan dari batuan setelah air menguap.
Aspal emulsi anionik terdiri dai MC (labil), MS (agak labil), dan MC (stabil).
·
Aspal emulsi
kationik adalah aspal emulsi yang bermuatan listrik positif
sehingga baik untuk digunakan melapisi batuan netral dan alam seperti batuan
andesit dan basal. Aspal emulasi kationik terdiri dari : MCK (bekerja cepat),
MSK (bekerja kurang cepat) dan MLK (bekerja lamban).
·
Aspal emulsi
nonionik adalah aspal emulsi yang tidak bermuatan listrik, karena
tidak mengalami proses ionisasi.
Berdasarkan kecepatan pengerasannya aspal emulsi dapat
dibedakan atas :
·
RS (Rapid
Setting), aspal yang
mengandung sedikit bahan pengemulsi sehingga pengikatan yang
terjadi cepat.
·
MS
(Medium Setting).
·
SS
(Slow Setting), jenis aspal emulsi yang paling lambat menguap.
Sifat Aspal
Emulsi
Seperti telah dikemukakan, aspal emulsi mempunyai
beberapa klasifikasi dengan sifatnya masing-masing, sedangkan faktor yang dapat
mempengaruhi aspal emulsi antara lain sebagai berikut :
·
Sifat kimia aspal padat
·
Kekerasan dan jumlah aspal semen yang digunakan
·
Ukuran partikel aspal dalam emulsi
·
Jenis dan konsentrsi zat emulsi yang digunakan
·
Keadaan pencampuran seperti suhu dan tekanan
·
Muatan ion pada partikel emulsi
·
Tingkat penambahan bahan
·
Jenis peralatan yang digunakan dalam membuat emulsi
·
Sifat zat emulsi
·
Penambahan zat kimia
Penggunaan
Aspal Emulsi
Aspal emulsi dapat digunakan pada hampir semua kegiatan
dari aspal padat, bahkan lebih luas dan dapat digunakan dimana tidak dapat diunakan
aspal padat.
Beberapa faktor yang harus dipertimbangkan dalam memilih
aspal emulsi adalah sebagai berikut :
·
Keadaan cuaca yang diperkirakan selama pelaksanaan :
pemilihan tingkat emulsi, perencanaan campuran dan peralatan pelaksanaan
·
Jenis dan ketersediaan agregat
·
Ketersediaan peralatan pelaksanaan
·
Lokasi geografis : jarak angkutan dan ketersediaan air
·
Pengawasan lalu lintas, apakah arus lalu lintas dapat
dialihkan
·
Pertimbangan lingkungan.
c. Ter
Ter adalah istilah umum untuk cairan yang diperoleh dari
mineral organis seperti kayu atau batu bara melalui proses pemijaran atau
destilasi pada suhu tinggi tanpa zat asam. Untuk konstruksi jalan digunakan ter
yang berasal dari batu bara, karena ter kayu sangat sedikit jumlahnya. Ter
mempunyai bau khusus karena adanya gugusan aromat dengan gugusan – OH seperti
plenol dan cresol. Umumnya dalam ter tidak terdapat susunan parafin.
d. Karakteristik Aspal
Leksiminingsih ( 2000 ) membagi karakteristik aspal
menjadi :
1) Kekauan
Aspal (Stiffness / Modulus of Bitumen)
Dengan analogi hukum Hooke, kekakuan aspal dapat
dinyatakan sebagai berikut :
Karena aspal dapat berada pada kondisi elastis maupun
viskus, strain aspal juga dapat karena berada di daerah elastis maupun daerah
viskus. Kondisi aspal ini sangat tergantung pada lama pembebanan dan suhu.
Akibatnya kekakuan aspal juga dipengaruhi oleh lama pembebanan dan suhu.
Lama
Pembebanan
|
Suhu
|
Sifat
|
Singkat
|
Rendah
|
Elastik
|
Sedang
|
Sedang
|
Visko-elastik
|
Panjang
|
Tinggi
|
Viskus
|
2) Kuat Tarik
(Tensile Strength)
Kuat tarik aspal juga dipengaruhi oleh temperature dan
lama pembebanan. Kuat tarik aspal ini akan lebih nampak nyata pada suhu rendah.
Untuk mengetahui kuat tarik aspal dapat dilakukan percobaan titik pecah Fraass
(Fraass breaking test).
3) Adesi
(Adhesion)
Adanya daya adesi ini dapat dijelaskan dengan mengacu
pada aspal emulsi kationik, yaitu aspal yang diberi tambahan amine.
Tambahan bahan (amine) yang semakin bertambah banyak akan
berakibat :
·
Perkembangan daya adesi dari adesi biasa, adesi pasif dan
adesi aktif
·
Perkembangan daya luar yang timbul dari tidak ada, kecil,
sedang dan besar.
4) Pengaruh
Cuaca
Karena aspal merupakan senyawa hidrogen dan karbon yang
mungkin dalam kondisi unsaturated, perubahan sifat yang sangat perlu
diperhatikan yaitu reaktivitas terhadap O2. Hal ini mengingat, bahwa
aspal untuk perkerasan akan selalu berhubungan dengan udara / oksigen.
5) Warna
Warna aspal aslinya adalah hitam atau coklat tua
kehitam-hitaman. Untuk tujuan penggunaan tertentu, aspal dapat diberi warna,
seperti : merah, hijau, biru, putih.
6) Berat Jenis
(Specific Grafity)
Berat jenis aspal bervariasi antara 0.95 – 1.05
7) Durabilitas
Sifat tahan lama ini sangat diperlukan dalam hubungannya dengan air serta adanya aging of
bitumen akibat kemungkinan terjadinya oksidasi.
3. Pengujian Aspal
Aspal merupakan hasil produksi dari bahan-bahan alam,
sehingga sifat-sifat aspal harus selalu diperiksa di laboratorium dan aspal
yang memenuhi syarat –syarat yang telah ditetapkan dapat diperguakan sebagai
bahan pengikat perkerasan lentur.
Pemeriksaan yang dilakukan untuk aspal keras adalah
sebagai berikut :
a. Pemeriksaan Penetrasi , Pemeriksaan ini bertujuan untuk memeriksa
tingkat kekerasan aspal. Menentukan penetrasi bahan-bahan bitumen
padat (solid) atau lunak (semi solid) yang hasilnya dapat diunakan untuk
menentukan kekerasan aspal padat.
b. Pemeriksaan titik lembek, Bertujuan untuk mengetahui pada suhu berapakah
aspal mulai melembek, titik lembek ialah suhu dimana suatu lapisan aspal dalam
cincin yang diletakkan horizontal didalam larutan air atau gliserin, dipanaskan
sampai turun menyentuh plat besi dibawahnya. Menentukan
kepekaan aspal terhadap suhu, yaitu perlakuan aspal yang mulai menjadi lunak pada suhu
tertentu meskipun memiliki penetrasi yang sama. Titik lembek
aspal berkisar antara 30°C-200°C
c. Pemeriksaan titik nyala dan titik bakar
dengan cheveland open cup. Bertujuan untuk mengetahui suhu bakar dari aspal. Untuk menentukan titik nyala dan titik
bakar dari semua jenis hasilolahan minyak bumi, kecuali minyak bakar dan
lainnya yang mempunyai titik nyala kurang dari 79°C. Hasil pengujian ini
dapat digunakan untuk memperkirakan
temperatur maksimum dalam pemanasan aspal sehingga aspal tidak terbakar
saat dipanaskan.
d. Pemeriksaan penurunan berat aspal
(thick film test). Bertujuan untuk mengetahui pengurangan berat akibat
penguapan bahan-bahan yang mudah menguap dalam aspal.
e. Kelarutan aspal dalam karbon
tetraklotifda. Untuk mengetahui kemurnian aspal
f.
Daktilitas. Untuk mengetahui sifat kohesi dalam aspal
itu sendiri. Daktilitas Untuk mengukur jarak terpanjang yang dapat ditarik oleh bitumen
keras sehingga dapat diketahui elastisitas bahan-bahan aspal.
g. Berat jenis aspal cair Menentukan berat jenis
aspal cair dengan alat hydrometer.
h. Viskositas kinematik. Bertujuan untuk
memeriksa kekentalan aspal dan menentukan berat jenis aspal cair dengan alat hidrometer.
i.
Berat Jenis Aspal Padat Menentukan
berat jenis aspal padat.
j.
Marshall Untuk mengetahui karakteristik campuran beton aspal, menghasilkan
nilai density, VMA, VFB, VIM, Stabilitas, Flow, dan MQ. Marshall campuran beton aspal agar mendapatkan kadar aspaloptimum
(KAO) dengan perbandingan beberapa benda uji.
k. Wheel Tracking
Untuk mengukur kemampuan campuran beraspal menahan beban
permanen.
Komentar
Posting Komentar